Tuesday, March 20, 2012

Dongeng Gua Pindul: mitos dan monumen alam (1)


Di balik nama dusun dan bebatuan alam yang ada di Gunung Kidul, diantaranya banyak menyimpan dongeng yang diceritakan dari generasi ke generasi. Tak terkecuali Gua Pindul di Desa Gelaran, Karangmojo. Gua ini juga menyimpan ceritanya sendiri, cerita perjalanan satu makhluk yang akhirnya membuat monumennya sendiri di alam.

Dongeng Gua Pindul tidak terpisah dari cerita Sendang Pitu, beberapa sumber mata air, dan nama beberapa dusun di karangmojo. Pindul berasal dari kata "pipine kebendul" atau pipinya terbentur. Cerita Pindul juga dikaitkan dengan cerita perjalanan Joko Semulung mencari ayah dan perebutan cinta Sekar Tanjung antara Angling Dharmo, Darubeksi raja Gunung Lawu, raja lainnya yang ingin meminang Sekar Tanjung.


Kisah Joko Semelung
Cerita bermula dari tiga perempuan yang sedang mencari makan di hutan, kehidupan masalalu adalah berburu dan meramu, mengambil apa yang disediakan oleh alam. Satu dari tiga perempuan tersebut adalah Sekar Tanjung, salah satu lakon dalam dongeng ini. Di hutan mereka menemukan buah mangga, sayang mereka tidak punya pisau untuk mengupasnya.


Hingga ada seorang pengembara yang mempunyai belati lewat jalur mereka. Waktu itu, seseorang yang memiliki belati bukanlah sembarang orang, pemilik belati adalah orang sakti dan satria. Ketiga perempuan memberanikan diri meminjam belati untuk mengupas mangga, lelaki pengembara mengijinkan belatinya dipinjam dengan syarat jangan sampai menyentuh selangkangan. Tanpa disengaja, belati tersebut mengenai selangkangan Sekar Tanjung, tiba-tiba belati tersebut menghilang entah kemana. Ketiganya bertangisan telah menghilangkan belati milik laki-laki pengembara.

Ketiga perempuan menghadap lelaki pengembara, mengaku telah menghilangkan belati dengan ketakutan. Ternyata laki-laki pengembara merelakan belatinya, namun ia tak ikut bertanggung jawab jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada ketiga perempuan tersebut. Tapi ia bersedia ditemui jika dibutuhkan, seraya lelaki pengembara tersebut menunjuk ke arah utara, ke arah gunung Merapi.

Tak lama kemudian Sekar Tanjung tiba-tiba hamil tanpa suami, karenanya ia merasa malu dan diasingkan oleh kedua teman perempuannya. Sekar Tanjung akhirnya menetap di sebuah tempat, hingga ia melahirkan. Kaget bukan kepalang, ternyata Sekar Tanjung tidak melahirkan bayi manusia, tapi bayi yang berwujud ular. Sekar Tanjung tetap menganggapnya sebagai anak, bayi tersebut dinamai Joko Semulung.

Karena banyak bangsa lelembut (siluman) yang mengetahui anak Sekar Tanjung berwujud ular, banyak yang tak suka. Akhirnya Joko Semulung masukkan lalu ditimbun ke dalam kentheng (bak air dari batu yang ditatah) oleh para siluman, sekarang kentheng menjadi nama daerah. Si ibu menangis, begitu pula dengan Joko Semulung. Sifat tanah jika ditetesi air semakin lunak, membuat Joko Semulung bersemangat menggali tanah agar ia bisa keluar dari kurungan kentheng bertemu ibunda. Ajaib, air mata si Joko Semulung berubah menjadi mata air dan membantunya keluar dari kurungan. Tempat Joko Semulung pertama kali keluar tersebut dinamakan Sendang Medal.


Pencarian Ayah, asal-usul
Lama setelah Joko Semelung dewasa, ia berpikir tentang ayah; siapa ayahnya dan dimana? ibunda tak bisa menjawab, ia hanya menunjukkan arah dimana lelaki pengembara bisa ditemui. Akhirnya si Joko Semelung memulai perjalanannya mencari ayah. Ia masuk ke tanah dan membuat jalan rongga di bawah permukaan. Tempat-tempat dimana Joko Semelung berjalan membentuk aliran air dan tempat dimana Joko semulung muncul menjadi mata air. Tempat kemunculan Joko Semulung yang menjadi mata air tersebut distilahkan oleh warga setempat sebagai Sendang Pitu, masing-masing sendang memiliki namanya sendiri sesuai kejadian yang dialami Joko Semelung.

Tentu saja perjalanan Joko Semulung mencari ayah tak mudah, banyak gangguan selama perjalanan. Salah satunya adalah ketika Joko Sumelung bertemu dengan ular betina yang jatuh cinta dengannya. Si ular betina tetap memaksakan cintanya ke Joko Semelung, karena ia tidak menghendaki cinta ular betina terjadilah pertengkaran hebat. Ternyata pertempuran hebat tersebut menghasilkan telur, ular betina dikutuk menjadi batu berbentuk plengkung. Monumen tersebut bisa kita saksikan hingga kini di dekat sumber Semurub. Merasa judeg (bingung) dengan kejadian-kejadian selama perjalanan pencariannya, Joko Semulung disarankan oleh ibundanya untuk rehat sejenak sambil berdoa pada Sang Kuasa. Tempat ini dinamakan Kedung Buntung.

Setelah Joko Semelung kembali bersemangat dan menyadari bahwa ada lelaku yang harus ia tempuh jika ingin bertemu dengan ayahnya. Ia kembali ambles ke tanah, lalu ia terantuk tebing batu ,"Pindul: pipine kebendul", membentuk rongga dinding batu yang kini menjadi tempat wisata. Merasakan kesakitan pipinya terantuk batu, Joko Semulung meneteskan air mata, peristiwa tersebut kini diabadikan dalam nama pintu keluar Gua Pindul, Banyumoto.

Sekarang saya percaya bahwa mitos, dongeng adalah penjaga kelestarian monumen alam. Alam sendiri adalah monumen, buku harian yang mencatat kejadian alam. Salam hijau pelancong :)

No comments:

Post a Comment

toelis komentarmu