ini tulisan pertamaku di Media (dibantu editing Mas Aal Ali Usman), sebuah proses belajar menulis yang tak bakal terlupa ^^. Di hari itu komunitas bambu runcing memiliki arti, e.. sekarang kemana ya.. komunitas itu??
Judul Buku: Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional, Kontestasi Kekuasaan dalam Pendidikan Dasar
Penulis: Y. Dedy Pradipto
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: 271 halaman
Sebuah stereotip terkenal menyebutkan, "pendidikan adalah jantung negara, maka untuk menilai maju tidaknya suatu negara, bisa ditengok dari kualitas pendidikannya". Pendidikan merupakan barometer untuk bisa melahirkan para pemimpin bangsa yang "berkualitas", sekaligus nantinya diharapkan dapat memimpin bangsa ini sesuai dengan cita-cita luhur bersama.
Kita tak perlu segan mengakui, setelah kurang lebih 62 tahun Indonesia merdeka, sistem pendidikan di negeri ini seperti kehilangan "ruh"nya alias belum menemukan jati dirinya. Fenomena "gonta-ganti" kurikulum misalnya, mesti selalu terjadi setiap pergantian pemerintahan atau menteri. Sebut saja kurikulum 1984, 1975, 1994, CBSA, KBK, dan yang teranyar KTSP, secara nyata semakin mengukuhkan anggapan masyarakat selama ini bahwa memang terjadi curat-marut dalam pendidikan kita.
Ditambah lagi dengan persolan akses pendidikan yang tidak merata. Artinya, pendidikan yang semestinya dapat dikenyam oleh semua lapisan masyarakat, tetapi pada kenyataannya masih banyak generasi bangsa dari masyarakat miskin yang tidak sekolah lantaran mahalnya biaya pendidikan. Maka berangkat dari kegalauan itulah, muncul pendidikan alternatif- eksperimental yang digagas YB Mangunwijaya (alm) dan diwujudkan secara konkret dengan mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan Sekolah Dasar Kanisius Eksperimental Mangunan (SDKEM) sebagai reaksi atas anggapan kurang tepatnya kurikulum nasional yang dibuat pemerintah.