Sunday, March 21, 2010

Caving; goa Seplawan

di perut goa



Ceritanya begini; kemarin pas liburan aq bergabung rombongan anak-anak kampung dukuh untuk bertamasya ke tempat wisata yang jarang dikunjungi orang. Entah dimana tempatnya belum tau, “pokoknya surprise” katanya.
Perjalanan kita mulai dari arah Godean, menaiki jalanan menanjak ke arah goa kiskendo dan masih terus saja ke arah Purworejo. Ternyata tujuan wisata kita kali ini adalah Goa spalawan, goa alam di pegunungan Menoreh perbatasan Kulon Progo dan Purworejo (bisa sekalian kuliner durian, hehehhe....). Di sepanjang jalan besar tak ada papan yang menunjukkan arah ke goa, jadi lebih baik tanyalah ke warga sekitar.
di atas goa
Sampai di lokasi Seplawan, ternyata tak hanya pemandangan goa saja yang disuguhkan, ada gardu pandangnya juga lho, asikkkk. Dari gardu pandang goa seplawan, selama tak ada kabut kita bisa menikmati hamparan pemandangan kulon progo, waduk sermo, gunung merapi-merbabu dan garis pantai selatan. Elok..
Dilokasi goa seplawan jg terdapat reruntuhan candi, entah apa namanya tidak disebutkan. sayang bentuk candi hanya berupa pondasi, selebihnya serpihan-serpihan reruntuhan batu candi yang tak terlihat lagi ornamennya. Disana kita juga masih bisa menyaksikan lingga yoni yang sudah berusia ratusan tahun. Jarang-jarang kan bisa menyaksikan lingga-yoni sekaligus....
Di goa ini, ditemukan patung emas dewa siwa dan istrinya dewi parwati. Sekarang sudah dipindahkan ke museum nasional dan sebagai gantinya pemerintah membangun replikanya (lebih gede dari yang asli) di depan pintu masuk goa.
Memasuki goa... jalanan menurun, ikuti saja tangganya dan keindahan stalagmit dan stalagtit hasil proses alam ribuan tahun akan menyambut anda. Tak perlu membawa penerangan karena lampu-lampu sudah dipasang untuk menerangi jalan goa. Medan menantang mewarnai susur goa, tapi tak seberapa ko’ dibanding keindahannya. Kita melewati sungai bawah tanah, beberapa celah sempit yang memaksa kita menunduk (goa ini ekslusif bagi yang berbadan ramping saja hehehehe...) dan endapan lumpur yang licin. Jadi berhati-hatilah saat melewati medan berlumpur dan harus siap kotor. Tak lama lagi kita akan menemui sungai bawah tanah yang bening dan segar setinggi betis, disinilah puncak kepuasannya. Sambil menyusuri sungai dalam gua, kita juga akan menyaksikan deretan stalagmit, ceruk-ceruk indah sepanjang gua dan lorong panjang dan berlangit-langit tinggi. Ah, puas rasanya...
Sebenarnya, perjalanan menyusuri goa masih panjang, 700 meter booo.... Karena medan selanjutnya cukup berat dan harus menggunakan alat, kita urung melanjutkan perjalanan. Sayang sekali....balik jalan deh...

Friday, March 5, 2010

Bersepeda ke Candi Senja



Apa yang menarik dari hari yang dilalui terik matahari? saat senja, matahari terbenam tentunya. Yup, sore itu, kamis 4 Maret, jalan-jalan bersepeda santai (padahal capek juga sih.. hehehe) menuju kawasan candi Ratu Boko. Peserta nggowesnya cuma diriku dan salah satu temanQ. Perjalanan kita mulai dari Timoho, JEC, STTNas, dan blusukan di jalan belakang bandara AdiSucipto. Maksud hati ingin memotong jalan biar gak kejahuan, eh.. malah jauh muter-muter ga karuan. Esok, bagi teman-teman yang ingin menikmati sunset bersepeda ke candi senja (Ijo, Banyunibo, Barong, dan ratu boko) lebih baik ikuti saja arah Jl.Solo ^_^. Pelajaran memang mahal boo...

Sesampai kawasan Ratu Boko, niat awal ingin berkunjung ke candi Ijo. kata orang lebih bagus sunsetnya. setelah kita ikuti papan penunjuk arahnya, OMG... ternyata setelah kita tanya-tanya ke warga setempat candi ijo berada di atas bukit dan jalanan menanjak sekitar dua kilo lagi. Akhirnya kita menyerah deh mengingat kondisi kaki yang udah gak karuan rasanya. Kita balik haluan menuju candi Banyunibo, e..alah.. ternyata dari jalan candinya sudah terlihat keemasan disepuh senja.

Untuk masuk candi ini dikenakan biaya retribusi Cring** 2000 per-orang, dan kalau ingin memiliki brosur tentang candi ini dikenakan biaya tambahan Cring** 1000 aja ko'.Memasuki areal candi banyunibo, terlihat satu candi induk yang utuh dan enam reruntuhan candi perwara, salah satunya berbentuk stupa. Pada bangunan induk, sekilas mirip dengan bangunan candi Plaosan, ada jendela-jendela dan pahatan relief. Setelah puas melihat sekeliling candi, langsung saja kita mencari tempat terbaik untuk mengahantar matahari terbenam. karena hari itu cerah tak berawan matahari bulat sempurna. sayang sekali kami tak membawa kamera untuk sekedar mendokumentasikan momen ini. syukurlah ada mas Sulistiyanto, wartawan Merapi yang sudi kita repotkan ^_^, terima kasih ya mas.

Seusai matahari tak terlihat lagi, kita langsung tancap ke candi barong yang tak jauh dari situ. Jalanan menanjak lagi, menaiki bukit, kita putuskan untuk berjalan kaki saja tanpa sepeda. Sepeda kita titipkan di rumah warga. Ngos..ngosan juga, melewati hutan dan sawah tadah hujan. Hmmm..candi barong ternyata hampir serupa dengan bangunan Ratu Boko. Sayang kami tak menemukan papan informasi dari candi ini. Hari mulai gelap, dari ketinggian candi, lampu-lampu jogja mulai bersinar...indah sekali kawan.

Nb; foto candi diambil dari http://puteraboko.wordpress.com