Monday, August 8, 2011

Kenangan Ramadhan

Marhaban ya Ramadhan....

Almarhum Simbah kakung dan putri
Ini adalah ramadhan ke 24 ku kalau tidak salah, banyak cerita selama ramadhan yang saya lalui. Tentunya tidak semua peristiwa saya ingat satu-persatu dan bisa saya ceritakan satu persatu.

Sewaktu saya masih berusia 7-14 tahun, saya menghabiskan hari-hari di kampung halaman. Sebelum posoan, istilah lain dari bulan ramadhan, kami sekeluarga menyempatkan nyekar ke makam leluhur di 3 dusun; Tawang, Kampungbaru, dan Rekesan. Makam kedua simbah buyut dari simbah Kakung dan kerabat ada di dusun Kampungbaru, sedangkan buyut dari simbah putri beserta keluarga ada di dusun Rekesan. Makam kedua simbah saya ada Tawang. 

Setelah prosesi nyekar ke tiga dusun selesai, malam harinya ada selamatan kirim do'a dan menyambut posoan di rumah-rumah warga secara bergiliran, tak terkecuali di rumah saya. Saat itu nasi dan lauk pauk melimpah ruah dan tidak termakan, esok pasti bebek dan ayam kami juga kebagian rejeki. Semasa simbah putri masih ada, nasi-nasi itu akan kembali diolah menjadi opak puli.  Nasi akan dikukus bersama ramuan uyah bleng, lalu akan dicetak dan diiris-iris tipis dan dijemur dibawah terik matahari. Terkadang saya suka memakan opak puli sebelum dijemur :).


Saya dan mas Noneng
Sore hari, banyak suara dentuman petasan alias mercon di mana-mana, sampah kertas betebaran di jalan-jalan dan halaman. Setelah subuh, siang bolong, maupun sebelum dan sesudah tarawih tetap ada mercon. Di jaman saya, mercon masih legal dibuat di rumah-rumah menggunakan kertas-kertas bekas bahkan buku pelajaran yang sudah tidak terpakai. Makanya, sampai sekarang ibu saya tidak punya dokumentasi pelajaran sekolah dan prasasti nilai pelajaran yang bisa diperlihatkan. Semua buku-bukunya raib untuk mercon :). Suara mercon akan semakin menggila ketika Idul Fitri tiba, bahkan diameter mercon juga istimewa, ada yang mencapai ukuran satu toples biskuit. Lalu berapa kertas yang dihabiskan???

Selain mercon ada juga meriam bambu, di dusun saya menyebutnya 'dor-doran'. Bahan yang dibuat untuk mengasikan dentuman adalah karbit dan air yang dimasukkan dalam bambu. Biasanya, ada perang meriam antar geng di kampung. Geng yang bisa membuat suara dentuman paling besar dia yang menang kharisma. Entahlah, meski tidak ada manfaatnya tapi permainan ini sangat menyenangkan.

Malam hari setelah tarawih setiap corong surau menyuarakan tadarus Qur'an hingga larut malam. Setelah itu masjid dan mushola akan dipenuhi dengan anak-anak dan remaja yang akan ronda saat sahur. Mereka beramai-ramai tidur di mushola. Dini hari waktu sahur suara kentongan bambu dan aneka peralatan dibunyikan menjadi sebuah alunan musik kothe'kan. Lagu lagu sholawatan dan tentu saja sahurrrr....sahur... berselang-seling dengan musik menggema.

Melalui malam 20 ramadhan, kami para bocah akan terlibat di dapur lalu menghantar makanan ke para saudara. Hari itu, keluarga kami masak istimewa. Dulu saya sering tergoda untuk mokel (membatalkan puasa) karena mencium aroma masakan ^_^.Menjelang sore hari, kami pasukan pengantar makanan siap "ater-ater" nasi dan aneka lauk pauk untuk keluarga budhe-pakdhe dan bulik-paklik atau simbah. Tak jarang juga kami bersisipan dengan kawan-kawan sekelas yang juga "ater-ater" untuk para saudaranya. Jaman dulu tak banyak keluarga yang punya motor seperti sekarang ini. Dulu kami harus berjalan kaki atau ngonthel dan menyebrangi danau untuk menuju dusun sebelah. Puasa hari itu sungguh berasa...

No comments:

Post a Comment

toelis komentarmu