Friday, November 12, 2010

Kampung Pasir panjang dan Buruh Migran

Perjalananku kali ini membawaku ke Cianjur, tepatnya di Kampung Pasir panjang Kecamatan Sukaluyu. Cianjur lekat dengan setereotipe kantong buruh migran dan trafiking, tapi di kampung Pasir panjang hanya identik dengan buruh migran, masyarakat agraris, dan masyarkat religius. Rata-rata penduduk perempuanya menggenakan kerudung dan mayoritas penduduknya yang menjadi buruh migran lebih memilih tujuan bekerja di negara muslim (Arab Saudi dan Brunai Darussalam) dengan alasan agar tidak bertentangan dengan keyakinannya.

anak-anak buruh migran sedang bermain
Sebagian besar warga kampung Pasir panjang menjadi buruh migran atau pernah menjadi buruh migran. Bahkan banyak diantaranya yang menghabiskan hidupnya untuk menjadi buruh migran di negara tujuan. Menjadi buruh migran bisa jadi alternatif untuk mengatasi dan meningkatkan ekonomi keluarga ketika tak ada pekerjaan lain yang tersedia di negara ini. Tapi resiko menjadi buruh migran, banyak hal yang harus mereka korbankan dan pertaruhkan. Salah satu akibatnya, keluarga mereka terlantar, anak-anak mereka tak mendapat pendampingan khusus dan kurang kasih sayang. Anak-anak buruh migran sangat terbiasa tanpa ibu. Mereka belajar mandiri mengurus keperluannya. Tak bisa dibayangkan seperti apa kelak kehidupan mereka kedepan meskipun tercukupi secara ekonomi.


rumah panggung Cianjur
Ketika perekonomian keluarga buruh migran terangkat, seperti kebanyakan buruh migran Indonesia lainnya prioritas mereka adalah memperbaiki rumah. Hal ini juga terjadi di Kampung Pasir panjang, rumah panggung yang selama ini menjadi identitas mereka berubah menjadi rumah beton ala eropa. Rumah panggung yang lekat dengan masyarakat Sunda dan agraris itu kini perlahan tergantikan dengan papan modern asing milik keluarga mantan buruh migran.


Akar utama permasalahan buruh migran sendiri adalah lapangan pekerjaan yang tak tersedia bagi mereka. Sawah ladang hanya bisa mereka garap sesekali dan tak bisa diandalkan untuk membuat dapur mereka selalu berkepul. Menjadi buruh tani apalagi, mereka harus bekerja keras dengan sedikit upah karena harga jual hasil tani tak begitu bagus.



kondisi jalan bisa juga menjadi hambatan perekonomian warga. Jalan adalah bagian dari perekonomian negara, menjadi wilayah sosial warganya, dan masuk dalam proyek penting janji-janji masa kampanye pemilihan calon aparat. Jalan menuju kampung ini rusak parah, hanya berupa sederet lahan kosong memanjang berbatu yang sewaktu hujan licin dan membentuk kubangan. Jalanan coklat yang cuma nyaman ditempuh dengan jalan kaki atau ber-ofroad ria memacu andrenalin hehehhehe....


Andaikan pemerintah kita bijak, pasti tak ada lagi istilah buruh migran di negeri ini. Sumberdaya manusia Indonesia kita siap mengelola potensi yang tersedia di negeri ini. Pertanian dan alam kita mampu memberi makan dan kehidupan layak bagi warganya. Di negeri ini serba memuakkan, Kebijakan sengaja dibuat untuk tambang uang aparat yang berkuasa. Hukum bisa diatur oleh siapapun yang mau membayar.

No comments:

Post a Comment

toelis komentarmu