Saturday, June 23, 2012

Melantjong ke the House of Danar Hadi

Tak mengira kalau mas pacar mengabulkan keinginan saya yang agak labil ini, mengunjungi museum batik kuno Danar Hadi di Jl. Slamet Riyadi. Mengingat perdebatan kecil kami sebelumnya, tiket masuk terlampau mahal. Maklum saja, Museum batik Danar Hadi adalah museum milik pribadi yang ditata rapi, bukan museum milik negara yang banyak menyertakan koleksi debu. 

Sempat sedikit bingung apakah kami akan mampir sebentar ke Danar Hadi ataukah langsung icip-icip di Omah Sinten, heritage resto yang tersohor itu. Kembali, mas pacar berbaik hati menyerahkan keputusan ke tangan saya. "sekarang sudah ada disini, nanti nyesel kalau sudah sampai jogja..." tukasnya. semakin membuat saya dilema, antara kalkulator dan mata pelantjong saya :D

Saya sempat mengajaknya jalan kaki saja demi menghemat budget. "hah. yang gila aja.. jalan Salamet Riyadi itu panjang sayang.." potong mas pacar. dan saya pun kali ini mempercayai kata-katanya. "Pak.. becak pak.." panggilnya ketika kami hendak meluncur. Sedikit negosiasi dengan pak pembecak, berapa tarif menuju Danar Hadi-Omah Sinten dari Beteng. Mas-mas pembecak tak bisa ditawar, kekeuh dengan tarif 30ribu. baiklah kami ikut pak..


***

the House of Danar Hadi sore itu cukup lengang, hanya ada beberapa orang pembeli di toko. Sedikit  kikuk kami melangkahkan kaki, laki-laki pramuniaga menyapa kami dengan ramah. Sesuai dengan kabar yang kami peroleh sebelumnya, tiket masuk ke museum batik dipatok 25ribu untuk umum dan 15ribu bagi pelajar. Beruntung, saya masih berstatus mahasiswi meski tingkat akhir. :p Beruntung meski tak pernah butuh KTM saya selalu membawanya dalam dompet :p.

Sang pramuniaga langsung menunjukkandimana letak museum batik berada, tepat di belakang showroom danar Hadi. Lalu kami disambut oleh pemandu yang ramah dan sangat cepat bicaranya :D Saya minta jeda sejenak untuk mengamati koleksi yang ada di pintu masuk, si pemandu terus saja nyerocos rentetan materi yang harus disampaikan pada pengunjung. Ah saya memang telo dalam segala hal. Saya tak mampu lagi mencerna penjelasan pemandu karena berbagi konsentrasi antara telinga dan telisik mata.

Beberapa hal yang bisa saya tangkap dari penjelasan pemandu, museum ini menyimpan koleksi batik milik Santoso Abdullah, pendiri PT batik Danar Hadi di Solo. Koleksi batik museum ini benar-benar "wow", banyak model dan motif batik yang belum pernah saya temui sebelumnya. Semakin menambah "sesuatu" dalam otak saya :D kain batik yang dipajang di museum ini berasal dari periode dan pengaruh kultur serta lingkungan yang berbeda-beda. Mulai dari era kependudukan Belanda hingga era kemerdekaan RI dan identik dengan Soekarno.

Payah.. saya tak bisa mengingat ruang-ruang yang menyimpan koleksi kain-kain batik periode tertentu. Tapi saya akan mencoba mengingatnya.

ada satu ruangan,  menyimpan koleksi batik dari beberapa desaigner era pendudukan Belanda. Motif batik berbeda jauh dengan motif batik pribumi. Tentu saja kultur Eropa merasuk dalam motif batik,  membentuk bunga tulip, keranjang bunga, legenda snow white, karena sang designer adalah orang Belanda. Meski yang mengerjakan orang pribumi dengan proses batik.

Satu ruangan, menyimpan koleksi terbaik motif batik yang didesain sendiri oleh Santoso Abdullah, si pemilik. Satu ruangan menampilkan kain batik dari beberapa daerah di nusantara, Sumatra, Tuban, Cirebon, Indramayu, Lasem dan banyak lagi.

Satu ruangan menampilkan koleksi batik era kemerdekaan yang dimotori oleh Soekarno. Saat itu, kain batik adalah simbol strata sosial, hanya kalangan Keraton saja yang boleh mengenakannya. Kala itu, Republik ini baru saja merdeka dari kependudukan negara asing. Soekarno, sebagai pemimpin bangsa ingin menyatukan semua golongan dan strata. Tak terkecuali soal batik. Soekarno meminta beberapa seniman batik menciptakan motif baru agar bisa digunakan oleh semua kalangan.


batas terakhir kamera boleh dijepretkan *Oops

Ndalem Wuryaningratan & cafe soga


No comments:

Post a Comment

toelis komentarmu