Thursday, March 24, 2011

Gula dan Mebel dari Pasuruan untuk Dunia

Bangunan tua di salah satu sudut Pasuruan
Kota Pasuruan menyimpan banyak kenangan, kota tua yang dilintasi jalan Daendels ini dulu pernah berjaya dan dikenal dunia karena gula. Pada masa kolonial Belanda seorang pejabat pertanian bernama Dr. IHF Sollewijn Gelpke membangun stasiun penelitian untuk industri gula. Siapa tahu, pada zamannya pasuruan berkontribusi besar pada dunia karena mampu melahirkan varietas tanaman tebu yang tahan penyakit.

Friday, March 18, 2011

Jelajah Timur Pulau Jawa Part #2

Kawah Ijen (eksotis atau memprihatinkan?)

Kawah ijen bertabir
Saya beranjak meninggalkan kota Banyuwangi pada pukul 08.00 menuju arah terminal Perot-Kecamatan Licin atau Desa Jambu yang biasanya dilewati oleh Truk pengangkut belerang dari kawah Ijen. Ternyata suasana di terminal Perot cukup lengang, tidak ada angkutan desa, hanya ada satu mobil pickup yang dirancang seperti angkutan. Menurut informan, angkutan menuju Desa Jambu memang langka dan mahal karena jarang penumpang dan kondisi jalanan yang rusak parah. untuk sampai disana kita perlu menyewa kendaraan atau ojek paling tidak seharga 25.000,- cring** per orang. 

Dengan terpaksa saya menyewa pickup menuju Jambu karena tak ada pilihan lain. Sepanjang perjalanan ke Jambu jalanan rusak, lapisan aspal sudah pada mengelupas, membuat badan pickup yang ku tumpangi tak henti-hentinya menguncang badanku. Untungnya, pemandangan sekitar mampu mengobatinya, sebelum sampai di Jambu kami melewati perkebunan Kali Bendo yang sejuk, sepanjang jalan dipenuhi dengan deretan tanaman kopi, coklat, cengkeh dan karet. Tak terasa, kami sudah sampai di tempat tujuan menanti truk pengangkut belerang lewat.

Sunday, March 13, 2011

Tulisan Teristimewa^^

ini tulisan pertamaku di Media (dibantu editing Mas Aal Ali Usman), sebuah proses belajar menulis yang tak bakal terlupa ^^. Di hari itu komunitas bambu runcing memiliki arti, e.. sekarang kemana ya.. komunitas itu??


Judul Buku: Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional, Kontestasi Kekuasaan dalam Pendidikan Dasar
Penulis: Y. Dedy Pradipto
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: 271 halaman


Sebuah stereotip terkenal menyebutkan, "pendidikan adalah jantung negara, maka untuk menilai maju tidaknya suatu negara, bisa ditengok dari kualitas pendidikannya". Pendidikan merupakan barometer untuk bisa melahirkan para pemimpin bangsa yang "berkualitas", sekaligus nantinya diharapkan dapat memimpin bangsa ini sesuai dengan cita-cita luhur bersama.


Kita tak perlu segan mengakui, setelah kurang lebih 62 tahun Indonesia merdeka, sistem pendidikan di negeri ini seperti kehilangan "ruh"nya alias belum menemukan jati dirinya. Fenomena "gonta-ganti" kurikulum misalnya, mesti selalu terjadi setiap pergantian pemerintahan atau menteri. Sebut saja kurikulum 1984, 1975, 1994, CBSA, KBK, dan yang teranyar KTSP, secara nyata semakin mengukuhkan anggapan masyarakat selama ini bahwa memang terjadi curat-marut dalam pendidikan kita.
Ditambah lagi dengan persolan akses pendidikan yang tidak merata. Artinya, pendidikan yang semestinya dapat dikenyam oleh semua lapisan masyarakat, tetapi pada kenyataannya masih banyak generasi bangsa dari masyarakat miskin yang tidak sekolah lantaran mahalnya biaya pendidikan. Maka berangkat dari kegalauan itulah, muncul pendidikan alternatif- eksperimental yang digagas YB Mangunwijaya (alm) dan diwujudkan secara konkret dengan mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan Sekolah Dasar Kanisius Eksperimental Mangunan (SDKEM) sebagai reaksi atas anggapan kurang tepatnya kurikulum nasional yang dibuat pemerintah.

Saturday, March 12, 2011

Jelajah Timur Pulau Jawa part #1


Taman Nasional Baluran

gunung Baluran dari atas menara
Perjalanan ke ujung timur pulau jawa kami awali sekitar jam 03.00 dari Yogya, melewati jalur Japanan (mojokerto) untuk menghindari kemacetan-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo dan berhenti di pos masuk taman nasional di Batangan. Taman Nasional Baluran terletak di jalur lintas banyuwangi dan bisa dijangkau dengan kendaraan umum, terletak di ujung timur kabupaten Situbondo tepatnya.

Sesampai di pintu utama taman nasional kami langsung disambut hangat oleh petugas jaga, namanya pak Tikno. Awalnya, kami tidak diperbolehkan untuk masuk karena jam berkunjung sudah lewat. jam berkunjung taman nasional 08.00-17.00. Karena kami datang jauh-jauh dari luar provinsi, akhirnya diijinkan masuk menuju penginapan di Bekol. Asikkkkk...

Pengojek yang mengantarkan kami cukup ramah, tahu segala macam cerita tentang Baluran ini. Malam hari di Baluran gelap gulita tanpa sinar lampu, bulan pun enggan nampak tertutup mendung. sepertinya bukan waktu yang tepat untuk berkunjung. Hiks...hujan deraspun turun, membuat sepeda motor yang kami tumpangi berkali-kali tergelincir, ber-offroad ria


@Bekol

Sesampai di Bekol, tak ada penginapan yang tersedia buat kami, tapi petugas setempat memberi tempat di aula. Alhamdulillah... gratis cring***. ternyata disana kami tidak sendiri, ada 7 mahasiswa IPB yang sedang melakukan penelitian di TN Baluran.

Friday, March 11, 2011

Menjemput Matahari Pertama di Puncak Suroloyo

matahari pertama (foto:mas Budi Mbol)
Melihat matahari terbit bisa ditemui saban 24 jam sehari, yang istimewa kalau melihat matahari terbit ditempat yang tinggi halangan, tentu istimewa. Inilah yang saya lakoni bareng adik dan teman saya sewaktu malam pergantian tahun 2011 lalu. "Menjemput matahari pertama."

Ide menjemput matahari pertama sudah kita rencanakan jauh hari sebelumnya, menempuh ketinggian puncak Suroloyo kita tetapkan sebagai lokasi penjemputan. hihiy.... negeri atas angin yang sudah lama sekali ingin saya kunjungi.

Akhirnya, setelah dar'''' der'''' dor''' kembang api pergantian tahun selesai dan makan es krim di pelataran malioboro, kita cabut ke TKP.

Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam dari jantung kota Yogya, menempuh jl. Godean hingga perempatan Nanggulan, belok kanan lalu menyusuri jalan menuju arah bukit Suroloyo. ah, saya sudah lupa jalannya. Kondisi jalan menuju Suroloyo berkelok-kelok, dan menanjak, butuh motor yang tangguh dan sehat. Kalau tidak, saya tidak berani tanggung keselamatan anda. hehehehe...

Sebelum mencapai Suroloyo, kami bertemu dengan teman baru, namanya mas Adit dan Budi. Mereka sedang berhenti sembari menunggu mesin motor dingin, karena tak kuat melewati rintangan, dan faktor "L". Mereka salah jalan, mengambil jalan yang terlalu menanjak.

Sampai di jalan terakhir yang bisa dilalui motor, kami harus melewati anak tangga yang tak terhitung jumlahnya owwwwww... napas sudah kembang kempis ketika kami berhasil melewati anak tangga terakhir. Sampai di puncak, hari masih petang, kabut menerjang dan lampu-lampu pemukiman warga masih berkelap kelip, ayam berkokok lalu suara adzan subuh menggema. Saatnya menikmati sinar matahari pagi dan hembusan kabut sisa malam...

Hmmm.. kami banyak berpapasan dengan pengunjung lainnya yang juga ingin menyambut matahari. Sebenarnya di sekitar bukit utama Suroloyo ada tiga atau lebih. Tapi sepertinya bukit yang kami tuju ini yang paling tinggi dan memiliki tapak tilas sejarah. Yuuuukk mariiii... ^^