Thursday, March 24, 2011

Gula dan Mebel dari Pasuruan untuk Dunia

Bangunan tua di salah satu sudut Pasuruan
Kota Pasuruan menyimpan banyak kenangan, kota tua yang dilintasi jalan Daendels ini dulu pernah berjaya dan dikenal dunia karena gula. Pada masa kolonial Belanda seorang pejabat pertanian bernama Dr. IHF Sollewijn Gelpke membangun stasiun penelitian untuk industri gula. Siapa tahu, pada zamannya pasuruan berkontribusi besar pada dunia karena mampu melahirkan varietas tanaman tebu yang tahan penyakit.




aktivitas di bengkel mebel
Sekarang Pasuruan terkenal dengan industri mebelnya. Sepanjang jalanan Pasuruan dipenuhi dengan jajaran showroom aneka furniture kayu hasil olahan Pasuruan. Produk mebel Pasuruan ini sudah merambah pasar di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Solo, Yogya, Purwokerto hingga mancanegara seperti Prancis dan Itali.


Pemandangan lalu lalang kendaraan yang mengangkut produk kayu Pasuruan merupakan hal biasa disini. Ketika memasuki kawasan Kebonagung, rata-rata warga disibukan dengan urusan kayu, mulai mencari, mengangkut, dan mengolahnya hingga menjadi perabot cantik siap jual.


Aktivitas sehari-hari di bengkel mebel milik Sugeng, warga Tambakyudan penuh dengan suara desing dari mesin dan palu. Para perajin yang bekerja di bengkelnya berjumlah 11 orang. Mereka berbagi peran sesuai dengan keahlian masing-masing, ada yang bertugas mengukir, merangkai, menghaluskan dan finishing. Bengkel mebel milik sugeng ini rata-rata bisa merampungkan dua sampai tiga set kursi mentahan (setengah jadi) dalam seminggu. Pemesan perabotan datang dari berbagai daerah, pengusaha mebel maupun perseorangan yang langsung datang ke bengkel mebelnya.


berbagai macam model tren kursi dan buffet juga hadir di Pasuruan, ada yang namanya maribeth, manohara, keong racun dan Silet. “selera pasar selalu meniru perabot apa saja yang terlihat bagus di televisi dan sedang tren” ujar Sugeng.


Perjalanan pasuruan sebagai industri mebel tidak instan, dahulu nenek moyang mereka pernah belajar membuat perabot dari kayu jati sampai ke Jepara. Kemudian mereka bermukim di daerah yang disebut “Bukir” (dalam aksen madura berarti ukir atau kegiatan mengukir) dan secara turun temurun menekuni kerajinan kayu. Dari Bukir, keahlian membuat mebel kayu semakin meluas ke daerah-daerah lain di Pasuruan dan diteruskan sebagai usaha  turun temurun.

No comments:

Post a Comment

toelis komentarmu